sub

Rabu, 15 Januari 2014

Sejarah Munculnya Peringatan Maulud Nabi

Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, mereka menamakan dirinya sebagai Bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan ahli bait (keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam). Disebutkan bahwa kelompok Batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maulid Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka. Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat, tabi’in dan para tabi’ tabi’in. Al Hafizh As Sakhawi mengatakan: “Peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum pernah dinukil dari seorang pun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam tiga generasi utama dalam Islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa itu.”
Pada hakikatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dalam rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati kaum muslimin dengan kedok cinta ahli bait Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil Maulid An Nabawi, Abdul Karim Al Hamdan)
Siapakah Bani Fatimiyah
Bani Fatimiyah adalah sekelompok orang Syiah pengikut Ubaid bin Maimun Al Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai Bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Meskipun aslinya ini adalah pengakuan dusta. Oleh karena itu, nama yang lebih layak untuk mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham Syiah Rafidhah yang menentang Ahlusunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin Al Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok Syiah Al Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok Al Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Di antaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jama’ah haji, merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir).
Siapakah Abu Ubaid Al Qoddah
Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun, kunyahnya Abu Muhammad. Digelari dengan Al Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini suka memakai celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah orang Yahudi yang membenci Islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Dia menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Alquran itu memiliki makna batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus di antara kelompok mereka. Maka dia merusak ajaran Islam dengan alasan adanya wahyu batin yang dia terima dan tidak diketahui oleh orang lain. (Al Ghazwul Fikr dan Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).
Dia adalah pendiri dan sekaligus orang yang pertama kali memimpin Bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya dengan Al Mahdi Al Muntazhar (Al Mahdi yang dinantikan kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan di daerah Kufah pada tahun 206 H. Dirinya mengaku sebagai keturunan salah satu ahli bait Ismail bin Ja’far As Shadiq melalui pernikahan rohani (nikah non fisik). Namun kaum muslimin di daerah Maghrib (Maroko) mengingkari pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah keturunan Said bin Ahmad Al Qoddah. Terkadang orang ini mengaku sebagai pelayan Muhammad bin Ja’far As Shodiq. Semua ini dia lakukan dalam rangka menarik perhatian manusia dan mencari simpati umat. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak di antara orang-orang yang tidak tahu di daerah Afrika membenarkannya dan menjadikannya sebagai pemimpin. (Al Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir dan Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Sikap Para Ulama Terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)
Para ulama Ahlussunnah telah menegaskan status kafirnya klan ini. Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menyalati jenazah mereka, tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang selayaknya diberikan kepada orang kafir. Di antara ulama Ahlussunnah yang sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka adalah As Syaikh Abu Ishaq As Siba’i. Bahkan beliau mengajak untuk memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman Al Khoulani menceritakan:
“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut memerangi Bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid. Beliau memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku ahli kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan ini yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat (yaitu Bani Ubaidiyah)…’” Di antara ulama yang ikut berperang melawan Bani Ubaidiyah adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ Al Qotthan. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi). Sampai akhirnya mereka ditaklukkan oleh Salahudin Al Ayyubi.
Setelah kita memahami hakikat peringatan maulid yang sejatinya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah kekafiran Bani Ubaidiyah…akankah kita selaku kaum muslimin yang membenci mereka melestarikan syiar orang-orang yang memusuhi ajaran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam?? Perlu kita ketahui bahwa merayakan maulid bukanlah wujud cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Bukankah para sahabat, ulama-ulama Tabi’in, dan Tabi’ Tabi’in adalah orang-orang yang paling mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun tidak tercatat dalam sejarah bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita katakan mereka tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Seorang penyair mengatakan:
Jika cintamu jujur tentu engkau akan menaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari kelahiran seseorang… namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan kepada orang yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq

Keajaiban Sebelum dan Sesudah Kelahiran Rasulullah SAW

Kejadian saat kelahiran Rasulullah
Muncul di langit satu bintang, namanya adalah Najmu Ahmad (Bintang Ahmad). Ini adalah salah satu tanda dalam kitab Taurat. Di Taurat juga  disebutkan, ketika Rasululah lahir ke dunia, maka akan muncul bintang di langit. Bintang itu dinamakan oleh orang Yahudi sebagai Najmu Ahmad (Bintang Ahmad).
Ketika itu, di Mekah tidak ada orang Yahudi. Orang Yahudi adanya di Madinah dan Syam. Mereka melihat munculnya Bintang Ahmad di langit, sehingga mereka semuanya senang dan membawa kabar gembira kepada yang lain bahwa sudah datang nabi yang mereka tunggu-tunggu. Sebenarnya orang Yahudi berharap, bahwa Nabi yang akan datang itu adalah dari kalangan Yahudi (Bani Israil). Tapi ternyata Allah menjadikan Nabi Muhammad dari Bangsa Arab, sehingga kemudian mereka sangat membenci Nabi Muhammad.
Selama mengandung Nabi Muhammad, tidak ada rasa lelah pada Aminah (ibunya Rasulullah), ia seperti sedang tidak hamil. Bahkan ketika melahirkan Nabi Muhammad pun, tak ada perasaan lelah itu. Di dalam mimpinya, Aminah melihat cahaya, yang di sisi cahaya itu terlihat istana-istana yang ada di Syam (Syiria) yang dimiliki oleh Kisra (Raja) Persia. Ini adalah sebagai tanda, bahwa nantinya Islam akan sampai ke tempat tersebut.
Ketika Rasulullah lahir, tali pusatnya sudah terpotong. Ini adalah di luar kebiasaan. Biasanya, bayi yang baru lahir itu masih ada tali pusatnya. Ada juga riwayat yang menceritakan, ketika Rasulullah lahir, dia duduk seperti sedang sujud, tapi kepalanya ke atas melihat langit, dan dia bersandar dengan tangannya.
Pada masa itu, ada api yang sangat dihormati oleh orang-orang Majusi. Ketika Rasulullah lahir, api yang tak pernah mati itu mati seketika, padahal telah sekian lama api itu selalu menyala. Ada juga danau yang bernama Danau Sawaa, yang airnya begitu dimuliakan oleh orang-orang Majusi. Ketika Rasulullah lahir, air danau tersebut tiba-tiba kering.
Ada 14 patung Istana Kisra Persia jatuh tiba-tiba ketika itu. Para tentara Kisra Persia tentunya terkejut melihat hal tersebut. Hingga dikumpulkanlah para orang pintar mereka, kemudian diceritkaan hal tersebut. Menurut para cerdik pandai mereka, bahwa itu merupakan pertanda telah lahir seorang nabi, dia akan membawa agamanya ke negeri tersebut (Persia). Disebutkan pula oleh cerdik pandai tersebut, bahwa nabi tersebut dan para pengikutnya akan membunuh 14 orang raja dari turunan Kisra.
Kejadian setelah Rasulullah dilahirkan
Ketika Rasulullah lahir, ayahnya (Abdullah) telah meninggal dunia. Setelah dilahirkan, Rasulullah pertama kali disusui oleh Thuwaiba (pembantu pamannya Rasulullah yang bernama Abu Lahab). Setelah itu barulah Halimatus Sa’diyah yang menyusui Rasulullah.
Allah menjadikan Rasulullah sebagai seorang yatim. Kalau memang Allah memuliakan dan mencintai Rasulullah, mengapa Rasulullah ketika lahir sudah dijadikan sebagai anak yatim?
Hikmahnya Allah menjadikan Rasulullah sebagai seorang yatim supaya tidak ada yang mempunyai hak terhadap Rasulullah. Sehingga yang mendidik Rasulullah bukanlah orang tuanya, melainkan Allah yang langsung mendidiknya. Dengan dijadikan yatim, maka tak ada yang membela Rasulullah, tak ada yang menjaganya, tak ada yang memuliakannya, sejak kecil hingga diutus menjadi nabi, kecuali hanya Allah yang menjaga dan membelanya. Sehingga jangan sampai ada yang mengatakan, bahwa Muhammad menjadi nabi karena diajari oleh orang tuanya. Rasulullah pernah bersabda:
Allah yang mendidikku dengan didikan yang sangat suci dan mulia. Sudah menjadi kebiasaan di negeri Arab, yaitu ketika bayi lahir ke dunia, maka dipelihara dan dididik di luar kota, yaitu di daerah padang pasir. Hal ini karena di kota banyak penyakitnya dan kelemahannya. Sehingga memang sengaja bayi-bayi yang baru lahir itu dikirim ke luar kota. Terkadang orang Badwi yang berasal dari luar kota datang dari luar kota mencari anak di Mekah yang perlu disusui untuk dibawa ke tempat mereka.
Halimatus Sa’diyah ketika itu datang bersama suami dan anaknya. Mereka naik unta yang sudah sangat tua dan sering sakit. Dengan kondisi unta yang seperti itu, perjalanan Halimah menjadi tersendat-sendat dan lambat hingga selalu tertinggal dari rombongan. Halimah dan keluarganya ketika itu dalam keadan sangat susah dan miskin. Keluarganya hanya memiliki beberapa kambing yang kurus-kurus dan tak bisa menghasilkan susu.
Ketika sampai di Mekah, Halimah langsung mencari anak yang mau disusui. Rombongannya dari Bani Sa’ad juga melakukan hal yang sama. Ketika Nabi Muhammad ditawarkan, tak ada satu pun dari rombongan Bani Sa’ad yang mau menerima Nabi Muhammad yang masih bayi itu, karena Muhammad adalah anak yatim. Yang mereka cari adalah bayi-bayi yang berasal dari keluarga kaya dan masih memiliki orang tua.
Sementara yang lain mendapatkan bayi untuk disusui, sedangkan Halimah tidak menemukan bayi tersebut, kecuali tinggal Nabi Muhammad saja yang belum diambil oleh rombongan Bani Sa’ad. Suaminya mengajaknya pulang, karena memang sudah tak ada bayi yang bisa diharapkan untuk dibawa. Halimah mengatakan, mengapa tidak dibawa saja Nabi Muhammad yang masih bayi itu, siapa tahu mereka nantinya akan mendapatkan berkah. Suaminya tidak mau, karena keluarga Nabi Muhammad adalah keluarga miskin yang nantinya hanya akan membuat mereka (keluarga Halimah) repot. Tapi tetap saja Halimah bersikeras untuk membawa Nabi Muhammad. Akhirnya, suaminya pun menyetujui. Kemudian, Nabi Muhammad pun dibawa oleh Halimah.
Di dalam riwayat (seperti dijelaskan oleh para ulama), bahwa walaupun Halimah juga sedang menyusui anaknya, tetapi air susunya sepertinya tak pernah kering ketika menyusui Nabi Muhammad. Padahal sebelum menyusui Nabi Muhammad, air susunya selalu kering, bahkan untuk menyusui anaknya sendiri pun tidak bisa.
Ketika perjalanan pulang, untanya juga menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Karena itulah, perjalanan pulangnya bisa lebih cepat, hingga orang-orang yang ada di dalam rombongannya heran akan hal tersebut.
Sesampai di kampungnya, ia ingin memberi makan kambing-kambingnya. Ketika ingin memberi makan kambing-kambingnya itu, dilihatnya ternyata kambing-kambingnya sudah menjadi gemuk, padahal kampungnya ketika itu sedang berada dalam musim kering. Orang-orang di kampungnya pun heran akan hal tersebut. Mereka mencari-cari tempat makan kambingnya Halimah. Setelah dicari-cari, ternyata tempat tersebut tidak mereka temukan.
Nabi Muhammad menyusu mepada Halimah selama dua tahun. Selama itulah, keluarga Halimah mendapatkan keberkahan karena memelihara Rasulullah. Setelah dua tahun dalam asuhan Halimah, maka dikembalikanlah Rasulullah kepada keluarganya. Tetapi sebenarnya Halimah juga berharap agar Rasulullah bisa lebih lama lagi dalam asuhannya. Namun karena memang sudah habis perjanjiannya, maka dikembalikanlah Rasulullah, walaupun memang Halimah masih menginginkan Rasulullah berada dalam asuhannya.
Halimah meminta kepada ibunya Rasulullah agar ia (Halimah) boleh kembali membawa Rasulullah untuk diasuh. Dengan berbagai alasan, Halimah mengungkapkan permintaannya itu kepada ibunya Rasulullah. Mengapakah Halimah masih mau untuk mengasuh Rasulullah? Hal kini karena ketika mengasuh Rasulullah, dia (Halimah) dan keluarganya mendapatkan kemuliaan, kekayaan, dan keberkahan dari Allah. Ia takut keberkahan itu akan hilang jika Rasulullah tidak lagi bersamanya. Akhirnya, karena Halimah selalu meminta seperti itu, maka ibunya Rasulullah pun membolehkan Halimah membawa kembali Rasulullah untuk diasuhnya.
Kemudian dibawalah Rasulullah oleh Halimah ke kampungnya lagi. Ketika Rasulullah berumur 6 tahun (ada juga riwayat lain yang mengatakan 8 tahun), terjadilah peristiwa pembelahan dada Rasulullah dengan tujuan untuk membersihkan hatinya. Waktu itu, ketika Rasulullah sedang bermain denga anak-anaknya Halimah, tiba-tiba muncul dua orang yang bercahaya, pakaiannya putih, dan bersayap. Ada juga riwayat yang mengatakan, bahwa itu adalah Malaikat Jibril.
Rasulullah dibawa oleh orang yang bercahaya dan berpakaian putih itu, kemudian dada Rasulullah dibedah (dibelah), diambil hatinya dan dibersihkan di air zamzam. Suatu riwayat menyebutkan, jantung Rasulullah dibuka, di sisi jantungnya ada dua ‘alaqah (daging hitam). Daging hitam itu diambil oleh malaikat, kemudian daging itu dibuang. Setelah itu, jantungnya dibersihkan dan disucikan menggunakan air zamzam dari surga, kemudian diletakkan lagi di tempatnya semula. Ketika Rasulullah dewasa, bekas-bekas pembedahan itu masih ada di dadanya.
Menurut riwayat yang lain menyatakan, setelah dibersihkan, kemudian diletakkan kembali ke tempat semula, Allah kemudian memerintahkan malaikat untuk menempatkan as-sakinah (ketenangan) di hati Rasulullah. Karena itulah, Rasulullah selalu tenang dan tidak bisa digoda oleh setan. Dua ’alaqah hitam yang ada di jantung Rasulullah yang kemudian dibuang oleh malaikat, itu sebenarnya adalah tempat setan untuk mengganggu manusia.
Mengapa Rasululah dari Arab ? Karena pada saat itu, kemuliaan di seluruh dunia didapat oleh orang Arab. Rasulullah pernah bersabda di suatu hadis yang shahih. Disebutkan pada hadis tersebut, bahwa Rasululah meminta kita untuk mencintai orang Arab karena tiga hal: pertama, karena Islam. Kedua, Alquran. Ketiga, karena Rasulullah berasal dari Bangsa Arab.
Apakah yang dimaksud ”Arab” seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah tersebut? Para ulama menjelaskan, bahwa Arab yang dimaksud itu adalah lisan Arab (lidah arab), bukan hanya keturunan Arab. Di dalam ajaran Islam, kemuliaan bukanlah berdasarkan keturunan. Yang mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Dijelaskan oleh para ulama, bahwa yang termasuk keturunan Arab adalah yang bisa berbicara menggunakan Bahasa Arab. Karena itulah, umat Islam disuruh mempelajari Bahasa Arab untuk bisa memahami agama, termasuk juga untuk memahami Alquran dan Hadis Rasulullah. Jadi, siapapun sebenarnya bisa masuk ke dalam golongan Arab yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya jika berbicara dengan Bahasa Arab.